Secara harfiah kata
leadership berarti adalah sifat, kapasitas dan kemampuan seseorang dalam
memimpin. Arti dari kepemimpinan sendiri sangat luas dan bervariasi berdasarkan
para ilmuwan yang menjelaskannya. Menurut Charteris-Black (2007), definisi dari
kepemimpinan adalah “leadership is process whereby an individual influence a
group of individuals to achieve a common goal”. Kepemimpinan adalah sifat dan
nilai yang dimiliki oleh seorang leader. Teory kepemimpinan telah berkembang
sejak puluhan tahun yang lalu dan sudah banyak berbagai referensi dalam bentuk
beraneka macam mengenai topic ini yang dihasilkan dari berbagai penelitian.
Fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi atau kelompok sangat penting karena
fungsi kepemimpinanlah sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya melalui jalan
dan cara yang benar. Memahami dengan baik mengenai konsep kepemimpinan sangat
membantu seseorang dan organisasi bekerja lebih efektif dan efisien dalam
mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan. Pembagian konsep kepemimpinan
dalam berbagai aspek telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan ahli. Pembagian
style kepemimpinan yang paling dasar dan sekaligus mendasari perkembangan
klasifikasi kepemimpinan sampai saat ini adalah berdasarkan hasil penelitian
Lewin (1939). Beliau membagi style kepemimpinan menjadi 3 kategori utama yaitu
autocratic leadership, democratic leadership, dan delegative leadership. Masing
– masing kategorie ini mempunyai karakteristik dan ciri khas yang membedakan
antara satu dengan yang lainnya.
Autocratic berasal dari
bahasa yunani yang dapat diterjemahkan sebagai “one who rules by himself”
(Wikipedia, 2009). Autocratic leadership adalah style kepemimpinan yang
menuntut adanya kepatuhan penuh dari bawahannya tanpa meminta adanya
pembangkangan atau keraguan. Style kepemimpinan seperti ini seringnya
menentukan keputusan berdasarkan pemikiran sendiri dan jarang sekali mau
menerima masukan orang lain. Autocratic leadership bersifat absolute dan
mengontrol total bawahannya (Lewin, 1939). Pemimpin dengan gaya seperti ini
umumnya menentukan kebijakan, prosedur, peraturan dan tujuan organisasi
berdasarkan idenya sendiri. Keputusan yang diambilnya langsung dan final.
Pemimpin dengan style autocratic leadership menganggap bahwa semua bawahannya
tidak mempunyai kemampuan dan keahlian serta selalu membutuhkan pendampingan
dan control agar memastikan bawahan selalu patuh kepada pimpinan. Autocratic
leadership berkembang dan umumnya dilestarikan di beberapa organisasi yang
mempunyai budaya rantai hierarki yang ketat, seperti militer, polisi, dan very
bureaucratic organizations. Beberapa orang menganggap kepemimpinan seperti ini
sangat efisien, namun sayangnya tipe ini sedikit atau tidak sama sekali
menghasilkan inovasi, perubahan personal atau organisasi, maupun pertumbuhan
dan pekembangan organisasi (MacGrefor, 2004). Style ini dianggap bukan sebagai
metode terbaik, namun demikian pada kondisi tertentu dimana diperlukan
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang sangat cepat, style ini sangat
bermanfaat. Selain itu autocratic leadership sangat bermanfaat jika bawahan
tidak mengerti dengan tugas – tugasnya sedangkan keputusan harus segera
diambil.
Pemimpin dengan style
Democratic leadership sering disebut sebagai enlightened leader karena
menghargai dan menganggap orang lain. Democratic leadership adalah style
kepemimpinan yang melibatkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan
organisasi. Pemimpin dengan style ini bertindak berdasarkan kepercayaan,
integrity, kejujuran, equality, openness dan mutual respect. Democratic
leadership menunjukan pengakuan dan perhatian kepada orang lain dengan
mendengarkan dan memahami dengan empathetic. Mereka memotivasi bawahan agar
terus mencapai kemampuan dan hasrat tertingginya. Democratic leadership
mempunyai penekanan akan pentingnya kerjasama tim sementara dirinya
memposisikan sebagai fasilitator untuk membangun sinergi antara individu
didalam kelompok. Democratic leadership mengharapkan adanya feedback dari
bawahan sehingga dia mengetahui kondisi dan kebutuhan organasisasi. Democratic
leadership sangat memahami kesalahan dan lebih memilih reward dibandingkan
dengan punishment (MacGrefor, 2004). Peniliti menemukan bahwa style Democratic
leadership merupakan salah satu yang paling efektif dan mempunyai tingkat
produkstivitas serta moral kelompok yang tinggi. Style kepemimpinan seperti ini
mempunyai tingkat partisipasi anggota yang sangat tinggi dan tepat diterapkan
pada kondisi dimana orang dialam kelompok tersebut mempunyai kapasitas tinggi
dan keinginan saling member. Namun demikian, pada kondisi tertentu yang
membutuhkan waktu penyelesaikan singkat, Democratic leadership dapat
menyebabkan kegagalan komunikasi dan proyek (Lewin, 1939).
Delegative Leadership atau
disebut juga Laissez-Faire. Laissez-Faire berasal dari bahasa prancis yang
berhubungan dengan mercantilism dan dipakai dalam bidang ekonomi dan politik
sebagai system ekonomi yang berfungsi dengan baik saat tidak intervensi
pemerintah. Delegative Leadership adalah seseorang yang percaya akan kebebasan
memilih kepada bawahannya. Membiarkan bawahannya sendiri sehingga mereka dapat
melakukan apa yang mereka mau. Dasar dari style ini adalah twofold. First, dia
sangat yakin bawahannya sangat paham dengan pekerjaannya. Second, dia mungkin
berada dalam lingkungan politik, dimana dia tidak dapat melakukan apapun karena
ketakutan tidak dipilh kembali oleh pendukungnya. Delegative Leadership
dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan arahan, keputusan diserahkan
kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi dapat menyelesaikan
permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Pemimpin dengan gaya seperti ini jarang
mendapatkan informasi dan sumber daya karena tidak ada komunikasi partisipatif
dan keterlibatan pemimpin dalam workforce. Berdasarkan penilitian para ahli,
style kepemimpinan ini mempunyai tingkat produktivitas yang paling rendah.
Delegative Leadership sangat tepat diaplikasikan pada organisasi yang diisikan
orang dengan keahlian tinggi dan dan mampu bekerja sendiri. Delegative
Leadership tidak cocok diterapkan pada kelompok organisasi yang kurang
berpengalaman dalam menyelesaikan tugasnya (Lewin, 1939).
Terdapat 3 style utama
kepemimpinan yang menjadi dasar pembagian kategori kepemimpinan sampai sekarang
ini, yaitu autocratic leadership, democratic leadership, dan delegative
leadership. Setiap style kepemimpian mempunyai karakteristik yang berbeda – beda.
Saat ini, di era modern dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
organisasi bergerak dan berkembang dengan cepat. Banyak sekali tantangan
tentang hal itu, Pedler (2004) mengatakan “Organisations are massively
challenged by change and need more leadership”. Kepemimpinan akan semakin
penting dari tahun ketahun. Pemimpin tidak hanya mempunyai satu style
kepemimpinan, tetapi mempunyai berbagai karakteristik dalam memimpin. Setiap
style kepemimpinan mempunyai jenis situasi yang berbeda, pemimpin yang berhasil
adalah pemimpin yang dapat menggunakan style kepemimpinan yang berbeda tersebut
berdasarkan kondisi yang dihadapi.
# Klasifikasi Gaya
Kepemimpinan menurut White dan Lippit
1.Gaya Kepemimpinan
Otokratis
Gaya ini kadang-kadang
dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini
ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan
sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pemimpin secara sepihak
menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus
dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah.
Pemimpin otokratis adalah
seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan
kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman.
Gaya kepemimpinan
otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan
dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan.
Adapun ciri-ciri gaya
kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut:
• Wewenang mutlak terpusat
pada pemimpin
• Keputusan selalu dibuat
oleh pemimpin;
• Kebijakan selalu dibuat
oleh pemimpin;
• Komunikasi berlangsung
satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
• Pengawasan terhadap
sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara
ketat;
• Tidak ada kesempatan
bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat;
• Lebih banyak kritik dari
pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa
syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.
2. Gaya Kepemimpinan
Birokratis
Gaya ini dapat dilukiskan
dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai
dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak
buahnya.
Pemimpin yang birokratis
pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara
kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan
dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun
tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada.
Adapun karakteristik dari
gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut:
• Pimpinan menentukan semua
keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua
bawahan untuk melaksanakannya;
• Pemimpin menentukan
semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;
• Adanya sanksi yang jelas
jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang
telah ditentukan.
3. Gaya Kepemimpinan
Demokratis
Gaya kepemimpinan
demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya ini kadang-kadang
disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan
dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin
kerkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.
Adapun ciri-cirinya
sebagai berikut:
• Wewenang pemimpin tidak
mutlak;
• Pimpinan bersedia
melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;
• Keputusan dan kebijakan
dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;
• Komunikasi berlangsung
secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun
sesama bawahan;
• Pengawasan terhadap
sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara
wajar;
• Prakarsa dapat datang
dari pimpinan maupun bawahan;
• Banyak kesempatan bagi
bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat; Tugas-tugas
kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi;
• Pimpinan memperhatikan
dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati.
4. Gaya Kepemimpinan
Laissez Faire
Gaya ini mendorong
kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang
dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila bawahan memperlihatkan
tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi.
Dalam gaya kepemimpinan
ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali
membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya
kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:
• Bawahan diberikan
kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan
hati-hati diberi batasan serta berbagai produser;
• Bawahan yang telah
berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di
samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai
dorongan;
• Hubungan antara atasan
dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik;
• Manajer menyampaikan
berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan
sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya;
*Credit
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan
*Credit
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar