Senin, 18 Juni 2012

Klasifikasi Gaya-Gaya kepemimpinan


Secara harfiah kata leadership berarti adalah sifat, kapasitas dan kemampuan seseorang dalam memimpin. Arti dari kepemimpinan sendiri sangat luas dan bervariasi berdasarkan para ilmuwan yang menjelaskannya. Menurut Charteris-Black (2007), definisi dari kepemimpinan adalah “leadership is process whereby an individual influence a group of individuals to achieve a common goal”. Kepemimpinan adalah sifat dan nilai yang dimiliki oleh seorang leader. Teory kepemimpinan telah berkembang sejak puluhan tahun yang lalu dan sudah banyak berbagai referensi dalam bentuk beraneka macam mengenai topic ini yang dihasilkan dari berbagai penelitian. Fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi atau kelompok sangat penting karena fungsi kepemimpinanlah sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya melalui jalan dan cara yang benar. Memahami dengan baik mengenai konsep kepemimpinan sangat membantu seseorang dan organisasi bekerja lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan. Pembagian konsep kepemimpinan dalam berbagai aspek telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan ahli. Pembagian style kepemimpinan yang paling dasar dan sekaligus mendasari perkembangan klasifikasi kepemimpinan sampai saat ini adalah berdasarkan hasil penelitian Lewin (1939). Beliau membagi style kepemimpinan menjadi 3 kategori utama yaitu autocratic leadership, democratic leadership, dan delegative leadership. Masing – masing kategorie ini mempunyai karakteristik dan ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Autocratic berasal dari bahasa yunani yang dapat diterjemahkan sebagai “one who rules by himself” (Wikipedia, 2009). Autocratic leadership adalah style kepemimpinan yang menuntut adanya kepatuhan penuh dari bawahannya tanpa meminta adanya pembangkangan atau keraguan. Style kepemimpinan seperti ini seringnya menentukan keputusan berdasarkan pemikiran sendiri dan jarang sekali mau menerima masukan orang lain. Autocratic leadership bersifat absolute dan mengontrol total bawahannya (Lewin, 1939). Pemimpin dengan gaya seperti ini umumnya menentukan kebijakan, prosedur, peraturan dan tujuan organisasi berdasarkan idenya sendiri. Keputusan yang diambilnya langsung dan final. Pemimpin dengan style autocratic leadership menganggap bahwa semua bawahannya tidak mempunyai kemampuan dan keahlian serta selalu membutuhkan pendampingan dan control agar memastikan bawahan selalu patuh kepada pimpinan. Autocratic leadership berkembang dan umumnya dilestarikan di beberapa organisasi yang mempunyai budaya rantai hierarki yang ketat, seperti militer, polisi, dan very bureaucratic organizations. Beberapa orang menganggap kepemimpinan seperti ini sangat efisien, namun sayangnya tipe ini sedikit atau tidak sama sekali menghasilkan inovasi, perubahan personal atau organisasi, maupun pertumbuhan dan pekembangan organisasi (MacGrefor, 2004). Style ini dianggap bukan sebagai metode terbaik, namun demikian pada kondisi tertentu dimana diperlukan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang sangat cepat, style ini sangat bermanfaat. Selain itu autocratic leadership sangat bermanfaat jika bawahan tidak mengerti dengan tugas – tugasnya sedangkan keputusan harus segera diambil.
Pemimpin dengan style Democratic leadership sering disebut sebagai enlightened leader karena menghargai dan menganggap orang lain. Democratic leadership adalah style kepemimpinan yang melibatkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan organisasi. Pemimpin dengan style ini bertindak berdasarkan kepercayaan, integrity, kejujuran, equality, openness dan mutual respect. Democratic leadership menunjukan pengakuan dan perhatian kepada orang lain dengan mendengarkan dan memahami dengan empathetic. Mereka memotivasi bawahan agar terus mencapai kemampuan dan hasrat tertingginya. Democratic leadership mempunyai penekanan akan pentingnya kerjasama tim sementara dirinya memposisikan sebagai fasilitator untuk membangun sinergi antara individu didalam kelompok. Democratic leadership mengharapkan adanya feedback dari bawahan sehingga dia mengetahui kondisi dan kebutuhan organasisasi. Democratic leadership sangat memahami kesalahan dan lebih memilih reward dibandingkan dengan punishment (MacGrefor, 2004). Peniliti menemukan bahwa style Democratic leadership merupakan salah satu yang paling efektif dan mempunyai tingkat produkstivitas serta moral kelompok yang tinggi. Style kepemimpinan seperti ini mempunyai tingkat partisipasi anggota yang sangat tinggi dan tepat diterapkan pada kondisi dimana orang dialam kelompok tersebut mempunyai kapasitas tinggi dan keinginan saling member. Namun demikian, pada kondisi tertentu yang membutuhkan waktu penyelesaikan singkat, Democratic leadership dapat menyebabkan kegagalan komunikasi dan proyek (Lewin, 1939).
Delegative Leadership atau disebut juga Laissez-Faire. Laissez-Faire berasal dari bahasa prancis yang berhubungan dengan mercantilism dan dipakai dalam bidang ekonomi dan politik sebagai system ekonomi yang berfungsi dengan baik saat tidak intervensi pemerintah. Delegative Leadership adalah seseorang yang percaya akan kebebasan memilih kepada bawahannya. Membiarkan bawahannya sendiri sehingga mereka dapat melakukan apa yang mereka mau. Dasar dari style ini adalah twofold. First, dia sangat yakin bawahannya sangat paham dengan pekerjaannya. Second, dia mungkin berada dalam lingkungan politik, dimana dia tidak dapat melakukan apapun karena ketakutan tidak dipilh kembali oleh pendukungnya. Delegative Leadership dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan arahan, keputusan diserahkan kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Pemimpin dengan gaya seperti ini jarang mendapatkan informasi dan sumber daya karena tidak ada komunikasi partisipatif dan keterlibatan pemimpin dalam workforce. Berdasarkan penilitian para ahli, style kepemimpinan ini mempunyai tingkat produktivitas yang paling rendah. Delegative Leadership sangat tepat diaplikasikan pada organisasi yang diisikan orang dengan keahlian tinggi dan dan mampu bekerja sendiri. Delegative Leadership tidak cocok diterapkan pada kelompok organisasi yang kurang berpengalaman dalam menyelesaikan tugasnya (Lewin, 1939).
Terdapat 3 style utama kepemimpinan yang menjadi dasar pembagian kategori kepemimpinan sampai sekarang ini, yaitu autocratic leadership, democratic leadership, dan delegative leadership. Setiap style kepemimpian mempunyai karakteristik yang berbeda – beda. Saat ini, di era modern dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi bergerak dan berkembang dengan cepat. Banyak sekali tantangan tentang hal itu, Pedler (2004) mengatakan “Organisations are massively challenged by change and need more leadership”. Kepemimpinan akan semakin penting dari tahun ketahun. Pemimpin tidak hanya mempunyai satu style kepemimpinan, tetapi mempunyai berbagai karakteristik dalam memimpin. Setiap style kepemimpinan mempunyai jenis situasi yang berbeda, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang dapat menggunakan style kepemimpinan yang berbeda tersebut berdasarkan kondisi yang dihadapi.
# Klasifikasi Gaya Kepemimpinan menurut White dan Lippit

1.Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah.
Pemimpin otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman.
Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut:
• Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin
• Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin;
• Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin;
• Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;
• Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat;
• Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat;
• Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.
2. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak buahnya.
Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada.
Adapun karakteristik dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut:
• Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya;
• Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;
• Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan.
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
• Wewenang pemimpin tidak mutlak;
• Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;
• Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;
• Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan;
• Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar;
• Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;
• Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat; Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi;
• Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati.
4. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi.
Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:
• Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser;
• Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan;
• Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik;
• Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya;

*Credit
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar